Jumat, 22 Mei 2009

KEANEKARAGAMAN JENIS CACING TANAH DI KEBUN KELAPA SAWIT DESA SEMBAYAT KECAMATAN SELUMA TIMUR KABUPATEN SELUMA PROVINSI BENGKULU

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang
Indonesia sejak dahulu dikenal sebagai negara agraris karena mata pencaharian sebagian masyarakatnya adalah bertani. Sektor pertanian dianggap telah dapat memberikan keuntungan salah satunya dengan berkebun kelapa sawit. Tanaman ini nilai jualnya cukup tinggi, sehingga banyak pihak swasta maupun petani kecil ikut berkebun kelapa sawit termasuk di provinsi Bengkulu.
Tanah yang cocok untuk tanaman kelapa sawit adalah tanah yang berstruktur gembur, remah dan di dalamnya terdapat pori-pori yang dapat diisi oleh air tanah dan udara. Keadaan struktur tanah demikian memperlancar sirkulasi udara dan air tanah, temperatur, dan menstabilkan tanah. Kondisi tersebut sangat memacu pertumbuhan jasad yang memegang peranan penting dalam proses pelapukan bahan organik di dalam tanah (Lingga, 2002).
Agar tanaman kelapa sawit dapat hidup dengan baik maka yang perlu diperhatikan adalah kesuburan tanah. Tanah yang subur atau yang produktivitasnya tinggi, yaitu tanah yang dapat menyediakan unsur hara yang sesuai dengan kebutuhan tanaman, sehingga produksinya optimum (Suripin, 2001).
Unsur hara yang diperoleh tanaman tidak hanya dari pupuk buatan, tetapi bisa juga didapat secara alami yaitu dari hasil humifikasi jasad-jasad hewan dan tumbuhan mati. Hewan tanah mempunyai peran yang cukup besar dalam menentukan kualitas tanah terutama dengan mempercepat proses humifikasi material organik tanah (Suin, 1997).
Cacing tanah merupakan komponen yang penting pada ekosistem tanah, karena cacing ikut berperan dalam membantu proses humifikasi , memperbaiki aerasi tanah, mencampur mineral organik dan menstabilkan pH tanah (Brown, 1978 dalam Darmi, 2003). Selain itu juga kotoran cacing tanah dapat berfungsi sebagai pupuk yang kaya dengan unsur hara yang sangat baik bagi tanaman (Rukmana, 1999). Lahan perkebunan kelapa sawit sebagai suatu habitat yang sudah banyak mengalami perubahan dari habitat aslinya, juga dapat mempengaruhi kehidupan fauna tanah, termasuk juga cacing tanah. Untuk mengetahui kehidupan cacing tanah pada lahan perkebunan kelapa sawit maka dilakukan penelitian mengenai keanekaragaman jenis cacing tanah di kebun kelapa sawit Desa Sembayat Kecamatan Seluma Timur Kabupaten Seluma Provinsi Bengkulu.

1.2 Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah
Untuk mengetahui jenis-jenis cacing tanah yang terdapat di kebun kelapa sawit desa Sembayat Kecamatan Seluma Timur.
Untuk mengetahui kepadatan populasi cacing tanah yang terdapat di kebun kelapa sawit desa Sembayat Kecamatan Seluma Timur.
Untuk mengetahui indeks keanekaragaman cacing tanah yang terdapat di kebun kelapa sawit desa Sembayat Kecamatan Seluma Timur.
1.3 Manfaat
Manfaat penelitian ini adalah untuk melengkapi informasi ilmiah tentang keanekaragaman jenis cacing tanah yang terdapat di kebun kelapa sawit desa Sembayat Kecamatan Seluma Timur, dan juga sebagai bahan masukan untuk pengembangan terhadap kesuburan tanah pada lahan perkebunan kelapa sawit.
















BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Taksonomi dan Biologi Cacing Tanah
Dalam taksonomi, cacing tanah memiliki klasifikasi sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Filum : Annelida
Kelas : Chaetopoda
Ordo : Oligochaeta
Famili : Lumbricidae
Genus : Lumbricus
Spesies : Lumbricus terrestris
Cacing tanah merupakan hewan makrofauna yang secara umum terbagi dalam dua kelompok yaitu kelompok microdrili dan kelompok megadrili. Ciri dari kelompok microdrili yaitu hidup pada lapisan serasah dan pada permukan tanah, mempunyai peranan lebih tinggi dalam proses humifikasi, membuat lubang yang kedalamannya sangat terbatas, ukuran tubuh kecil dan panjang 5-15 mm dan diameter 0,25-0,75 mm dan bereproduksi dengan cara aseksual dan cara seksual (Brown, 1978 dalam Darmi, 2003).
Sedangkan ciri dari cacing megadrili merupakan cacing berukuran relatif besar, hidup pada lapisan tangah atau pada kedalaman yang lebih dalam, perkembangbiakan secara seksual, berperan dalam proses humifikasi, aerasi tanah, pencampuran material organik tanah, memperbaiki pH tanah (Brown, 1978 dalam Darmi, 2003).
Menurut Rukmana (1999), tubuh cacing tanah dibagi menjadi lima bagian yaitu bagian depan (anterior), bagian tengah, bagian belakang (posterior), bagian punggung (dorsal), dan bagian bawah atau perut (ventral). Tubuh cacing bersegmen–segmen dan pada tiap segmen terdapat seta yang berfungsi sebagai pencekram atau pelekat yang kuat pada tempat cacing tanah itu berada. Gerakan cacing tanah diatur oleh otot-otot memanjang dan otot melingkar. Pada bagian bawah (ventral ) terdapat pori-pori yang berfungsi untuk menjaga kelembaban kulit cacing tanah agar selalu basah, karena cacing tanah bernafas melalui kulit yang basah tersebut (Rukmana, 1999).
Selain itu menurut Soenanto (2000), tubuh cacing tanah selalu ditutupi lapisan lendir yang menyebabkan tubuhnya menjadi licin. Selama hidupnya cacing tanah hidup dalam tanah, tubuhnya selalu tertutup lapisan lendir pelindung yang menyebabkan licin. Fungsi lendir adalah untuk membantu dalam menerobos tanah dan melindungi agar zat-zat kimia penting tetap berada di dalam tubuhnya.
Cacing tanah mempunyai saluran pencernaan makanan yang lengkap dan sistem peredaran darah yang sudah menggunakan pembuluh-pembuluh darah. Sistem pencernaan makanan terdiri dari mulut pada segmen pertama, pharynx, kerongkongan, crop yang merupakan pelebaran dari kerongkongan, perut otot, usus dan anus pada segmen terakhir (Rukmana, 1999).
Pada cacing tanah yang telah dewasa memiliki klitelum yang merupakan alat untuk perkembangbiakan dalam memproduksi kokon. Cacing tanah memiliki dua kelamin dalam satu tubuh, jantan dan betina atau disebut juga hermafrodit. Akan tetapi tidak dapat membuahi sendiri melainkan dengan bantuan cacing lain (Soenanto, 2000).
Siklus hidup cacing tanah dimulai dari kokon hingga menetas menjadi cacing muda, cacing produktif, dan menjadi cacing tua. Setalah kokon menetas cacing tanah muda akan hidup dan mencapai dewasa dalam waktu 2,5-3 bulan. Masa produktif cacing tanah akan berlangsung selama 4-10 bulan dan akan menurun hingga cacing mengalami kematian. Cacing yang sudah tidak produktif lagi biasanya bagian ekornya agak pipih, dan warna kuning pada ekornya sudah mencapai punggung, sedangkan masa produktif warna kuning tersebut masih berada di ujung ekor. Lama siklus hidup cacing tanah tergantung pada kesesuaian kondisi lingkungan, cadangan makanan dan jenis cacing itu sendiri (Soenanto, 2000).
2.2 Aspek ekologi cacing tanah
Berdasarkan kelakuan ekologi, cacing tanah dikelompokkan kedalam tiga subgrup yaitu cacing permukaan (epigeic), cacing dalam (endogeic), dan cacing sangat dalam (anecic). Cacing permukaan (epigeic) hidup di lapisan bagian atas tanah dan makan sampah-sampah tanaman. Cacing ini biasanya berukuran kecil dan mampu berkembang biak dengan cepat. Sifat unik dari cacing ini adalah tahan panas (termofilik). Oleh karena itu cacing ini bersama organisme termofilik lainnya dalam sistem hibrid pengomposan. Contoh dari cacing ini yaitu Lumbricus rubellus (Nurachman, 2002).
Cacing dalam (endogeic) adalah cacing yang mencari makanan di bawah permukaan tanah secara horizontal dan percabangannya dengan cara mengebor tanah. Cacing tipe ini, misalnya Aporrectodea caliginoda, Aporrectodea rosea, dan Aporrectodea caliginoda tuberculata, memakan sejumlah besar tanah dan menghasilkan tanah yang kaya materi organik. Cacing dalam berperan besar dalam menghancurkan akar-akar tanaman yang sudah mati, tetapi tidak untuk sampah permukaan. Cacing sangat dalam ( anecic), membangun tempat tinggal secara permanen dengan mengebor lapisan tanah secara vertikal. Cacing jenis ini datang ke permukaan untuk memakan kompos, sampah daun, dan materi organik lain. Cacing ini, misalnya Lumbricus terrestris dan Aporrectodea longa, merayap ke permukaan di malam hari dan sangat berperan dalam dekomposisi materi organik dan pembentukan tanah (Nurachman, 2002).
Menurut Palungkun (1999), cacing tanah hidup di tempat atau tanah yang terlindung dari sinar matahari, lembab, gembur dan mengandung banyak serasah karena sangat baik untuk tumbuh dan berkembang biak. Cacing tanah dapat hidup dan berkembang biak dengan baik pada habitat alami dan habitat buatan manusia. Pada habitat alami faktor-faktor yang mempengaruhi kehidupan cacing tanah yaitu suhu (temperatur), kelembapan, keasaman tanah, dan ketersediaan bahan organik. Sedangkan habitat buatan manusia lingkungan hidup yang dimodifikasi untuk budidaya cacing tanah. Habitat buatan untuk budidaya cacing tanah dapat dilakukan dalam ruangan atau bangunan yang dilengkapi pelindung. Hal yang diperhatikan dalam menciptakan habitat untuk budi daya cacing tanah adalah terlindung dari sinar matahari langsung, terlindung dari curah hujan, tempatnya strategis dan terjaga dari keamanan serta gangguan terhadap cacing tanah (Rukmana, 1999).
Temperatur sangat mempengaruhi aktivitas pertumbuhan, metabolisme, respirasi dan reproduksi cacing tanah. Setiap jenis cacing tanah memiliki temperatur yang berbeda untuk kelangsungan hidupnya. Periode pertumbuhan mulai dari penetasan sampai pada dewasa juga tergantung pada temperatur (Evans dan Gerrad, 1948 dalam Edward dan Lofty, 1972).


Selain faktor temperatur, ternyata pH juga mempengaruhi menurut Edward dan Lofty (1972), cacing tanah sangat sensitif terhadap keasaman tanah. pH merupakan faktor pembatas dalam penyebaran cacing tanah, dan setiap jenis cacing tanah memiliki tingkat preferensi yang berbeda terhadap pH media. Cacing tanah lebih banyak terdapat pada tanah yang mempunyai tekstur lempung sedang ataupun lempung kasar dibandingkan dengan tanah yang liat berat ataupun pasir kasar dan tanah aluvial.
Distribusi cacing tanah sangat dipengaruhi oleh bahan organik di dalam tanah. Kotoran hewan dan pelapukan daun-daunan merupakan sumber bahan organik yang biasanya baik untuk pembiakan cacing tanah. Dalam kondisi yang tidak menguntungkan cacing tanah memerlukan bahan makanan dari tanah, agar dapat bertahan untuk hidup. Jenis dan jumlah makanan yang tersedia tidak saja mempengaruhi besarnya populasi cacing tanah, tetapi juga spesies yang ada, kecepatan tumbuh serta kesuburan dari cacing tanah (Edward dan Lofty,1972).
Menurut Palungkun (1999), jika keadaan lembab dan cadangan makanan mencukupi serta faktor lingkungan mendukung maka cacing tanah akan menghasilkan kokon sepanjang tahun . Namun jumlah kokon yang dihasilkan tergantung perubahan suhu. Cacing tanah sebagai komponen ekosistem, sangat berperan dalam meningkatkan kesuburan tanah menurut Nurachman (2002), cacing tanah merupakan simbol dari kekuatan penghancur dalam ekosistem. Kekuatan penghancur yang dimiliki cacing tanah merupakan kunci penting bagi ekosistem yang diperbaharui. Cacing memproses jumlah besar sampah tanaman dan membantu mengubahnya menjadi permukaan tanah yang kaya nutrisi melalui pembebasan nutrien-nutrien untuk pertumbuhan tanaman.
Cacing tanah juga membantu kepadatan tanah serta meningkatkan permiabilitas dan aerasi tanah. Cacing melakukan ini dengan aktivitas mengebor, memakan tanah serta tanaman dan akhirnya mengeluarkan kotoran (cast, vermikompos). Ketika mengering, kotoran ini membentuk agregat yang stabil air. Agregat ini merupakan partikel-partikel tanah yang mengikat senyawa-senyawa organik, dan membantu meningkatkan struktur tanah, memelihara nutrien dan mengurangi erosi (Nurachman, 2002).



BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dari bulan April sampai dengan bulan Juni 2009 di kebun kelapa sawit desa Sembayat Kec. Seluma Timur dan di Laboratorium Ekologi Gedung V FMIPA Universitas Bengkulu.
3.2. Bahan dan Alat
3.2.1 Bahan
Formalin 10%
Alkohol 70%
3.2.2. Alat
Parang
Cangkul
Kantong plastik
Botol koleksi
Mikroskop stereo
Tali plastik
Lup
Pinset
Soil termometer
Soil tester
Kertas label

Pengambilan sampel cacing tanah menggunakan metode Random Sampling,
di mana lokasi pengambilan sampel adalah kebun kelapa sawit yang berumur 4 tahun. Jumlah kebun kelapa sawit sebagai sampel yang akan diambil sebanyak 10 kebun. Lokasi penelitian diambil 20% dari jumlah kebun kelapa sawit yaitu 2 kebun kelapa sawit dengan luas 1 kebun adalah 1,5 ha.
3.3. Pengambilan Sampel di Lapangan
Pengambilan sampel cacing tanah dilakukan dengan cara membuat garis transek sebanyak 2 buah tiap kebun. Panjang transek 50 m, dan jarak antar transek 5 m.Pada tiap transek ditempatkan 25 plot yang berukuran 5m x 5m, yang letaknya berselang-seling sepanjang garis transek. Dalam plot tersebut dibuat kuadrat berukuran 30 cm x 30 cm sebanyak 5 buah.
Semua jenis cacing tanah yang ada dalam kuadrat dikoleksi dengan menggunakan metode “Hand Sorting” (Raw, et al, 1962, dalam Suin, 1977). Pada kuadrat tersebut tanahnya digali sampai kedalaman 20 cm, dan tanah tersebut diletakkan pada plastik. Selanjutnya cacing tanah yang didapat dikoleksi dan dimasukkan dalam botol yang telah diberi label dan berisi larutan formalin 10%.
3.4. Pengukuran Faktor Abiotik
Pada saat pengambilan sampel di lapangan dilakukan pengukuran suhu tanah, kelembaban tanah, pH tanah dan kadar organik tanah.
3.4.1. Suhu Tanah
Untuk mengukur suhu tanah digunakan “Soil Termometer”. Sebelum soil termometer ditancapkan di tanah, terlebih dahulu permukaan tanah dilubangi hingga kedalaman kurang lebih 5 cm. Setelah dibiarkan kurang lebih 15 menit, maka skala yang tertera pada soil termometer tersebut dicatat.
3.4.2. Kelembaban Tanah
Pengukuran kelembaban tanah dilakukan dengan cara 100 gram tanah diambil dari lokasi yang diukur kelembabannya. Kemudian tanah tersebut dimasukkan ke dalam oven selama kurang lebih 24 jam. Setelah dioven ditimbang berat tanah tersebut lalu masukkan dalam rumus :
Kelembaban tanah = Berat basah –Berat kering x100%
Berat basah
3.4.3. pH tanah
Pengukuran pH tanah dilakukan dengan mengguakan “Soil Tester”. Sebelum dimasukkan soil tester ditanamkan ke tanah terlebih dahulu dilubangi tanah tersebut kira-kira sedalam 10 cm. Soil tester ditancapkan ke tanah yang telah dilubangi selama kurang lebih 5 menit, setelah 5 menit catat pH yang tertera pada soil tester tersebut.
3.4.4. Kadar Organik Tanah
Kadar organik tanah diukur dengan cara menimbang 25 gram tanah yang sudah kering dari jumlah kadar air tanah. Kemudian digerus dan dimasukkan ke dalam cawan pembakaran, difurnace dalam tungku pembakaran dengan suhu 6000 C selama 1 jam sehingga didapat berat abu. Rumus untuk menghitung kadar organik tanah yaitu:

Kadar organik tanah = Berat kering –Berat abu x100%
Berat kering
3.5. Penelitian di Laboratorium
Koleksi sampel-sampel cacing tanah, selanjutnya dibawa ke Laboratorium Ekologi FMIPA dan diidentifikasi dengan bantuan mikroskop stereo dan Lup. Pengidentifikasian cacing tanah menggunakan buku acuan Stephenson (1923), dan diawetkan dengan alkohol 70%.
3.6. Analisa Data
Data-data yang diperoleh dianalisis untuk mengetahui nilai kepadatan, kepadatan relatif, frekuensi relatif dan keanekaragaman jenis.
Kepadatan = Jumlah Individu suatu spesies
Jumlah total plot
Kepadatan relatif = Jumlah individu suatu spesies x 100%
Jumlah total individu seluruh spesies
Frekuensi relatif = Sampel yang ditemukan spesies x 100%
Jumlah seluruh sampel
Keanekaragaman jenis dapat dihitung dengan rumus :
H1= - å (pi ln pi)
Keterangan H1 = Indeks keanekaragaman
pi =Jumlah individu setiap spesies dibagi jumlah total
Individu seluruh spesies
(Suin, 1977).



Daftar Pustaka

Anas, S. 1990. Metoda Penelitian Cacing Tanah dan Nematoda. Depdikbud.Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Bioteknologi.IPB.Bogor.

Barus, T.A. 2002. Pengantar Limnologi. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi. Medan.

Brown, L.E.1978. Ecology of Soil Organisms.Heinemann Educational Books LTD.London.

Dahelmi.1984. Cacing tanah pada tanah timbunan sampah Kota Madya Padang.tesis Universitas Andalas(Tidak Dipublikasikan). Padang

Darmi.2003. Bahan Ajar Biologi Tanah. Universitas Bengkulu.Bengkulu.

Edwards, A.C dan Lofty, R.1972.Biology of Earthworms. Champman and Hall LTD. London.

Lingga, P.2002.Petunjuk P enggunaan Pupuk .Penebar Swadaya .Jakarta.

Nurachman, Z..2002.Profil Cacing Tanah dalam Agroekosistem.Google http:www.rudyct. x.com/sem 1012/Neneng Nurida.htm.

Palungkun,R.1999.Sukses Berternak Cacing Tanah Lumbricus rubellus.Penebar Swadaya.Jakarta.

Rukmana, R. 1999.Budi Daya Cacing Tanah.Kanisius.Jakarta.

Saputra , I.2002.Komposisi Aracnida Permukaan Tanah Di Perkebunan Kelapa Sawit PT Bio Nusantara Teknologi.Skripsi UNIB (Tidak Dipublikasikan).Bengkulu.

Soenanto, H.2000.Budi Daya Cacing Tanah Lumbricus rubellus.CV Aneka . Solo.

Stephenson,J.1923.The Fauna of British India Including Ceylon and Burma (Oligochaeta)Taylor.London.

Suin, N.M. 1997.Ekologi Hewan Tanah.Bumi Aksara ITB. Bandung.

Suripin.2002.Pelestarian Sumber Daya Tanah dan Air. Andi.Yogyakarta.

Wardhana.W.1990.Taksonomi Avertebrata. Pengantar Praktikum Laboratorium.Univeresitas Indonesia.Jakarta.

0 komentar:

 

My Blog List

Link

Education and Training Blogs - BlogCatalog Blog Directory
Academics Business Directory - BTS Local

cari artikel, makalah, skripsi disini Copyright © 2009 FreshBrown is Designed by Simran